Wednesday, August 3, 2011

Wishing You Good Luck, Romo John ... (Part 2)

Sering Romo John katakan bahwa karya misinya di Indonesia tidaklah genap 28 tahun, karena beliau harus meninggalkan Indonesia selama 3 bulan dari tahun 1999-2004 untuk menjadi Animator de Mazenod Experience di Aix-en-Provence, Perancis. "Saya selalu merasa bersalah untuk meninggalkan tugas dan pekerjaan saya selama tiga bulan setiap tahunnya, tapi ada juga terpikir bahwa hal ini adalah suatu kesempatan baik bagi umat maupun dewan paroki untuk dapat menjadi self-responsible, bertanggung jawab pada diri sendiri".

Pengalaman spiritual yang membekas dalam pada diri Romo John terjadi saat beliau menemani Romo Mario Bertoli, OMI (Provinsial pertama OMI Indonesia) di saat-saat terakhir hidupnya. "Dalam hari-hari terakhir Romo Mario, kami selalu mempersembahkan Misa Kudus di kamarnya. Kata-kata Konsekrasi menjadi begitu punya makna dalam buat saya. 'Inilah tubuhKu yang diserahkan bagimu'. Romo Mario telah menghabiskan banyak waktu hidupnya untuk karya misionaris dan hal itu terus berlangsung hingga saat-saat akhirnya. Itulah yang saya rasakan akan saya lakukan juga. Maka sejak saat itu saya pun mengambil kata-kata Konsekrasi itu sebagai kata-kata imamat saya: 'Inilah tubuhku yang diserahkan bagimu'.", begitu Romo John berujar saat memperingati empat puluh tahun Tahbisan Imamatnya di tahun 2007.

"Saya tidak muda lagi. Yang bisa saya lakukan adalah memberikan dorongan dan semangat kepada yang muda-muda supaya kelak dapat menjadi tangan-tangan Tuhan yang tangguh", begitu Romo John memandang perannya dalam Tim Formasi OMI Indonesia. Empat tahun yang lalu, aas restu Provinsial OMI Indonesia, Romo John meluncurkan program "Sahabat Seminar" untuk menggalang dana kebutuhan formasi para calon OMI (Seminari Tinggi OMI dan Novisiat OMI). Program ini mencoba merangkul para umat di paroki yang dilayani OMI khususnya untuk ikut peduli dan berperan serta dalam mempersiapkan imam/bruder OMI di masa datang.

Sejak April 2010 Romo John memang lebih banyak menghabiskan waktunya di Australia Barat guna menjalani serangkaian pengobatan bagi kedua kakinya. Kembali ke Indonesia di bulan Oktober 2010, Romo John mulai membereskan segala kerjanya di Indonesia dan mulai berpamitan. "Tentu lebih enak di Australia, tetapi di Indonesialah saya ingin selalu berada. Selama saya diperlukan dan selama kesehatan saya memampukan saya untuk berkarya", ujar Romo John saat ngobrol santai dengan penulis. Pada kenyataannya, Romo John yang punya hobi berlayar ini lebih memilih untuk kembali ke Australia karena masalah pada kedua kakinya yang memerlukan pengobatan panjang. Well, Romo John, what can we say? Hanya doa-doa yang dapat kami panjatkan untuk kesehatan dan karya Romo selanjutnya di Negeri Kanguru. Wishing you good luck, Romo John!

Catatan:
Ada tiga foto melengkapi artikel ini: foto pertama, Romo John berpose (dengan menggunakan masker) saat bencana Gunung Merapi; foto kedua, Romo John bersama Kelompok Swadaya Perempuan (KSP) Yogyakarta yang dia dampingi; foto ketiga, Romo John dan kenang-kenangan dari komunitas WDM (Wisma de Mazenod).

Wishing You Good Luck, Romo John ... (Part 1)

Catatan Kecil Tentang Seorang Misionaris Besar

Pengantar

Atas seijin Romo Henricus Asodo, OMI, saya menyalin artikel yang terkait dengan Romo John O'Doherty, OMI. Artikel yang dimuat di majalah Caraka - Media Komunikasi Skolastikat OMI edisi Februari-Mei 2011 itu berjudul 'Wishing You Good Luck, Romo John ... Catatan Kecil Tentang Seorang Misionaris Besar'.

Artikel itu ditulis oleh seorang (yang tidak menyebutkan namanya) warga Paroki Trinitas Jakarta dan anggota Sahabat Seminari OMI. Adapun, majalah Caraka dikelola oleh Seminari Tinggi OMI yang berkedudukan di Yogyakarta, dan Romo Asodo, OMI adalah penanggung jawabnya.

Artikel itu saya sharingkan di milis dan blog KKI Adelaide dengan harapan agar kita makin mengenal Romo John dan karya-karya beliau di Indonesia.

Salam kasih,



Telah 28 tahun Romo John Francis O'Doherty, OMI berkarya sebagai misionaris di Indonesia. Di awal tahun 2011, karena alasan kesehatan, Romo John memilih untuk kembali berkarya di negaa asalnya, Australia.

Lahir dan besar di Brisbane, Queensland, pada 27 April 1934, Romo John muda meniti karir di dunia asuransi selama sepuluh tahun hingga suatu saat di kota Casino, New South Wales, beliau melihat dari dekat misi para oblat dan menjadi tertarik. Pada tahun 1960, Romo John bergabung ke dalam Komunitas Oblat Maria Imakulata Australia. Masa Novisiat dijalani beliau di Sorrento, Victoria, lulus studi Filsafat di Cedara (Afrika Selatan) dan studi Teologi di Corpus Christi College, Glen Waverly, Victoria. Tahbisan Imamat diterimanya pada 22 Juli 1967 di Katedral St Patrick, Melbourne, Victoria.

Menarik mengikuti karya misionaris Romo John di Indonesia. Usai tahbisannya, Romo John berkarya di sebuah paroki di Adelaide, Australia Selatan. Beliau juga pernah menjadi Magister Novis selama sembilan tahun di Melbourne. Tahun-tahunnya sebagai Pembimbing para calon oblat diisinya juga dengan studi lanjut atas inisiatifnya sendiri di Monash University. Di sinilah Romo John mulai mengenal Indonesia, mengambil studi tentang Indonesia dan tertarik untuk dapat diutus menjadi misionaris ke Indonesia. Keinginannya ternyata terkabulkan. Di tahun 1982, Romo John dikirim ke Indonesia. "Tadinya saya berpikir saya tidak mungkin dikirim ke luar Australia karena usia saya. Ternyata, saya masih dipercaya untuk menjadi misionaris", begitu kenang Romo John.

Tahun-tahun pertama ketibaannya di Pulau Jawa dihabiskan untuk berkarya di Cilacap, Jawa Tengah, lalu di Cengkareng, Jakarta, sebelum beliau ditunjuk sebagai Magister Novis selama delapan tahun di Yogyakarta. Pernah pula menjabat sebagai Direktur AMMI (Asosiasi Misionaris Maria Imakulata). Romo John juga pernah ditunjuk sebagai Bendahara OMI Indonesia dan bermukim di Rumah Provinsialat, Semarang, untuk beberapa tahun sebelum akhirnya berkarya kembali di Paroki Trinitas, Cengkareng, dan kemudian di Paroki Kalvari, Pondok Gede. Tahun 2005, Romo John kembali ditarik masuk dalam Tim Formasi OMI Indonesia dan menetap di Yogyakarta hingga kepindahannya ke Australia.

bersambung ....

Thursday, July 8, 2010

Sevenhill

Dalam rangka mengisi waktu liburan sekolah, sebagian warga melakukan wisata bersama ke Sevenhill, yang berlokasi sekitar 130 km di sebelah utara Adelaide. Sevenhill berada di kawasan Clare Valley, salah satu kawasan winery di sekitar Adelaide, dan bisa ditempuh dengan mobil sekitar 2,5 jam. Di Sevenhill itulah pastor-pastor Serikat Jesus (Jesuit) asal Austria sekitar abad ke-19 memulai karya misinya di Australia.

Selain berkarya di bidang pendidikan kaum muda, yang merupakan ciri khas karya Jesuit, mereka juga mengusahakan winery yang diberi merk dagang 'Sevenhill'. Dari winery Sevenhill inilah diproduksikan anggur 'Sacramental Wine' yang digunakan dalam perayaan ekaristi. Kalau tidak salah, anggur yang digunakan dalam perayaan ekaristi di gereja-gereja di Indonesia sebagian juga berasal dari winery Sevenhill, South Australia.

Barbeque

Dalam rangka mengevaluasi pelaksanaan Retreat KKIA di bulan April 2010 yang lalu, dan sekaligus merestrukturisasi kepengurusan KKIA, segenap pengurus dan panitia Retreat mengadakan pertemuan di kediaman Om Freddie dan Tante Cecil.

Dalam pertemuan tersebut Jimmy Adiguna tetap diminta untuk menjadi ketua KKIA, sedangkan Om Johny Hendriyanto diminta mengganti Tante Melanie sebagai bendahara, mengingat kesibukan Tante Melanie momong cucunya di Perth ... he3x. Demikian juga seksi Liturgi dialihkan ke Tunjung dan dibantu oleh Nathan Sumo dkk. Selain itu, disepakati juga sebaiknya retreat diselenggarakan setahun sekali saja, mengingat jumlah warga KKIA yang relatif sedikit dibandingkan warga KKI di kota-kota lainnya di Australia. Kepanitiaan penyelenggaraan retreat tahun depan tetap dipercayakan pada Tunjung dkk.

Mengingat cuaca di akhir bulan April masih sejuk dan cerah, kami berkumpul dalam suasana yang santai sambil barbeque.

Doa Rosario Mei 2010

Pada bulan Mei 2010 yang lalu diadakan pertemuan doa rosario bersama. Atas usulan Sisca dan Tunjung, doa rosario - yang diadakan sekaligus untuk menutup bulan devosi Bunda Maria - dilaksanakan di Adelaide Botanical Garden. Kami berdoa rosario sambil menahan dinginnya angin musim dingin yang bertiup cukup kencang. Namun demikian, suasana kebersamaan dalam doa dan persaudaraan seiman mampu menghangatkan gazeboo tempat kami berkumpul dan berdoa bersama. Seperti biasa, setelah doa, dilanjutkan dengan makan siang bersama.